PIJAT SEX - PIJAT PLUS
Allo para netters.. Kenalkan, nama saya
Tomi. Umur 23 tahun. Tinggi 167 cm dan berat 65 kg. Berikut saya punya
pengalaman yang terjadi pada tahun 2013 (masih baru) bulan-bulan kemarin
dan sebenarnya pengalaman ini justru teringat kembali setelah membaca
cerita Mbak Nia, tentang mijit memijit,
yang saya baca kemarin.
Saya adalah orang sunda asli dan saat ini masih kuliah di salah satu
univ. swasta di kota B. Terus terang, dari diri saya ini saya nggak
merasa ada yang istimewa atau ‘lebih’ daripada orang lain sebaya saya.
Dengan tinggi yang ‘pas-pasan’, wajah yang ‘pas-pasan’dan duit yang juga
‘pas-pasan’ saya pikir saya bukanlah seorang cowok yang bisa ngebuat
cewek merasa ‘love at the 1st sight’.
Tapi dibalik semua hal yang serba ‘pas-pasan’ itu, saya sendiri
sering merasa heran karena selama saya mempunyai pacar, mereka adalah
cewek yang termasuk ‘incaran’ para cowok yang mengenalnya. Swear!!
Makanya kalau saya lagi jalan dengan mereka, saya sendiri kadang-kadang
suka rada nggak ‘pede’! Tapi dasar cowok.. Pede aja lagi!! Toh tingkat
kecakepan seorang cowok itu diukur melalui secakep apa cewek yang dia
dapetin! Hehehe.. Just joke, bro..!!
Saya pernah dinasehatin oleh temen saya bahwa sebenarnya yang bikin
para cewek bertekuk lutut terhadap seorang cowok itu adalah karena
‘lobby-lobby’ cowok itu sendiri. And thanks God that i have that bless!!
Singkat cerita, saat itu saya sendiri sudah punya cewek. Tapi memang
sudah kodrat cowok, selalu gatel kalau lihat cewek lain yang menurutnya
cakep!! Dan itu saya akui sendiri. Tapi terus terang bukan buat
selingkuh. Pertama: buat ngetest, masih bisa ngedapetin cewek lagi
nggak? Kedua: buat refreshing dan perbandingan dengan cewek kita
sekarang dan tentu aja bukan buat manjang!
Karena ada kepentingan yang berkaitan dengan bidang komputer (saya
kul di fak. Ekonomi, jadi harap maklum kalau rada-rada gaptek), saya
dikenalkan kepada seorang cowok yang gape pegang komputer bernama
Herry(samaran) oleh teman saya. Dan karena kepentingan saya tadi,
jadilah saya sering main ke rumah si Herry ini, yang tujuannya murni
bukan buat yang ‘aneh-aneh’ lho..
Ternyata si Herry ini adalah anak sulung dari 2 bersaudara. Dan
adiknya adalah seorang cewek berusia 20 tahun yang.. TOP deh pokoknya!
Nah adiknya ini yang akan saya ceritain..
Namanya Noni. Kuliah di jurusan bahasa. Tinggi 166 cm (kira-kira) dan
berat proporsional deh (nggak pernah ditimbang sehh..). Toket ukuran
36B dengan kulit putih mulus dan rambut dicat ‘burgundi’sebahu. Kakinya
jenjang dan cenderung pendiam. Pokoke.. Selera Gue Banget deh!!
Pertama ngeliat dia, saya masih segan nanya ke abangnya. Apalagi saya
sendiri baru kenal! Suatu saat pas saya ke rumahnya, ternyata yang
membuka pintu depan adalah Noni sendiri. Karena terkejut, saya sempat
terdiam sambil melototin matanya. Mungkin kejadiannya cuman 2 detik,
tapi cukup buat ngejelasin betapa tololnya saya waktu itu.
“Mas Tomi ya? Mas Herrynya barusan pergi mendadak jemput cewek-nya.
Katanya disuruh tunggu di kamarnya aja, sebentar kok,” kata Noni memutus
ketololanku.
“Ooh.. Gitu ya. Eh Mbak adiknya Herry ya? Namanya sapa seh?” kataku cepat untuk menutupi ketololanku tadi.
“Ooh.. Gitu ya. Eh Mbak adiknya Herry ya? Namanya sapa seh?” kataku cepat untuk menutupi ketololanku tadi.
“Noni!,” serunya pendek sambil mengangkat tangannya untuk menyalamiku.
Dan (masih) seperti orang kikuk, saya langsung menyambut uluran tangannya. Hangat dan lembut terasa di telapak tanganku.
“Ya sudah kalau gitu langsung aja ke kamar si Mas, pintunya mau aku kunci neh soalnya nggak ada sapa-sapa!”
Sebagai seorang ‘gentleman’, langsung aku tutup dan kunci pintunya
dari dalam. Setelah itu saya menunggu sampai Noni melangkah duluan. Saat
itu Noni mengenakan rok pendek dan kaos rumah yang tipis dan tampak
belel. Mungkin karena itulah saya bisa ngeliat kakinya yang jenjang dan
putih. But ups! Waktu ia berjalan di depanku, keliatan kalau langkahnya
nggak normal. Kaki kanannya seperti kesakitan waktu dilangkahkan.
“Non, kakinya kenapa? Keseleo ya?” tanyaku iseng sambil mengikutinya.
“Iya neh.. Kemaren keseleo waktu bowling..,” jawabnya sambil melirik ke arahku dengan wajah kesakitan yang diusahakan tersenyum.
“Sudah diurut belom?” tanyaku lagi cari kesempatan.
“Nggak usahlah. Bentar juga baikan. Sudah dibalsemin kok!” katanya sambil memegang pegangan tangga ke atas (kamar Herry dan Noni bersebelahan di lantai 2).
“Eh jangan diremehin lho! Kalau nggak disembuhin cepet-cepet, bisa-bisa cacat permanen lho!” seruku cepat.
“Iya gitu? Nggak mungkin banget gitu luooh!” katanya dengan bibir yang dibuat manyun sambil tangannya membuka ‘handle’ pintu kamarnya.
“Hehehe.. Ntar kalau kakinya Nggak normal lagi baru tahu rasa lu! Ya sudah, kalau gitu saya tunggu disini aja ya!” lalu saya masuk ke kamar Herry.
“Iya neh.. Kemaren keseleo waktu bowling..,” jawabnya sambil melirik ke arahku dengan wajah kesakitan yang diusahakan tersenyum.
“Sudah diurut belom?” tanyaku lagi cari kesempatan.
“Nggak usahlah. Bentar juga baikan. Sudah dibalsemin kok!” katanya sambil memegang pegangan tangga ke atas (kamar Herry dan Noni bersebelahan di lantai 2).
“Eh jangan diremehin lho! Kalau nggak disembuhin cepet-cepet, bisa-bisa cacat permanen lho!” seruku cepat.
“Iya gitu? Nggak mungkin banget gitu luooh!” katanya dengan bibir yang dibuat manyun sambil tangannya membuka ‘handle’ pintu kamarnya.
“Hehehe.. Ntar kalau kakinya Nggak normal lagi baru tahu rasa lu! Ya sudah, kalau gitu saya tunggu disini aja ya!” lalu saya masuk ke kamar Herry.
Selintas Noni keliatan berpikir sebelum masuk ke kamarnya dan menutup pintu.
Satu jam sudah saya menunggu. Herry masih belom dateng juga. Sambil
terus memperhatikan adegan dalam film ‘The Incredible Hulk’ (yang
sebenanya sudah pernah saya tonton), jariku kembali menekan tombol
‘redial’ di hpku. Namun tetap saja saya terhubung pada mailbox (padahal
maunya terhubung pada Herry. Hehehehe). Tiba-tiba terdengar ketukan
pelan di pintu kamar. Saya segera bangkit sambil mengecilkan volume
speaker dan membuka pintu.
“Non, whats up? Kirain si Herry!” kataku begitu tahu kalau yang datang Noni.
“Lagi ngapain? Ngeganggu Nggak?” tanyanya.
“Nggak ngapa-ngapain kok. Kenapa memang?”
“Lagi ngapain? Ngeganggu Nggak?” tanyanya.
“Nggak ngapa-ngapain kok. Kenapa memang?”
Dia terdiam sejenak, lalu..
“Mm.. Omongan Mas masih kepikiran neh..”
“Omongan apaan?”
“Yang cacat permanen itu lho.. Keseleo tea!” katanya dengan logat sunda.
“Ooh itu. Iya gitu, Non.. Mendingan di urut aja deh!”
“Sakit Nggak?”
“Yah paling dikit lah. memang belum pernah diurut?”
“Belum neh. kalau diurut dimana yah?” katanya sambil duduk di tepi meja komputer di hadapanku. Buset, nih cewek baru kenal tapi luwes aja seh!!
“Omongan apaan?”
“Yang cacat permanen itu lho.. Keseleo tea!” katanya dengan logat sunda.
“Ooh itu. Iya gitu, Non.. Mendingan di urut aja deh!”
“Sakit Nggak?”
“Yah paling dikit lah. memang belum pernah diurut?”
“Belum neh. kalau diurut dimana yah?” katanya sambil duduk di tepi meja komputer di hadapanku. Buset, nih cewek baru kenal tapi luwes aja seh!!
“Ya diurutnya di kaki lah!! Masa di idung seh!!” seruku pura-pura bego.
“Iya tahu itu mah!” katanya sambil memukul ringan tanganku, “Maksudnya, ama sapa dan dimana gituuh!”
“Ada seh, di daerah atas. Bapa-bapa gitulah. Tapi biasanya kudu antri dulu. Mau?”
“Yaah.. Kan Noni kudu nungguin rumah. Yang deketan nggak ada yah?”
“Ada seh.. Tapi kudu dirayu-rayu dulu gitulah..!” kataku sambil mengerling penuh arti. Ting ting..!
“Ih apaan coba! Dasar ganjen! Jd cowok tuh Nggak boleh ganjen tahu Nggak!” serunya sambil mencubit pahaku keras.
“Iya tahu itu mah!” katanya sambil memukul ringan tanganku, “Maksudnya, ama sapa dan dimana gituuh!”
“Ada seh, di daerah atas. Bapa-bapa gitulah. Tapi biasanya kudu antri dulu. Mau?”
“Yaah.. Kan Noni kudu nungguin rumah. Yang deketan nggak ada yah?”
“Ada seh.. Tapi kudu dirayu-rayu dulu gitulah..!” kataku sambil mengerling penuh arti. Ting ting..!
“Ih apaan coba! Dasar ganjen! Jd cowok tuh Nggak boleh ganjen tahu Nggak!” serunya sambil mencubit pahaku keras.
“Aw! Jadi Nggak mau ngerayu neh?! Ya sudah,” jawabku sambil berlaga tiduran nerusin nonton film.
“Yee.. Emangnya bisa ngurut gituh? Jangan-jangan malah tambah parah lagi! Kan repot!”
Pada dasarnya saya memang Nggak bisa ngurut. Cuman iseng doang.
Paling banter kalau gagal kan bisa dibawa ke dukun santet.. Eh.. Dukun
urut!
“Ih Nggak tahu aja ya! kalau soal urut mengurut mah gampang atuh..
Mau Nggak? Keburu Mas Herry pulang.. kalau keburu pulang, saya Nggak mau
diganggu, banyak kerjaan seh!” kataku setengah memaksa padahal
deg-degan juga tuh. Saya sendiri heran, kok saya selancar ini ngadepin
cewek cakep. Biasanya Nggak mungkin seperti ini. Pasti ngap-ngapan!
“Ya sudah kalau gitu. Tapi di kamar Noni aja yah. Supaya bisa sambil
nonton infoteinment!” katanya sambil melangkah menuju kamarnya. Kamar
Herry memang tidak dilengkapi dengan TV.
Tanpa buang waktu lagi sayapun segera menyusul ke kamar Noni(sampai
lupa matiin komputer). Setelah menutup pintu, sejenak saya memandang
berkeliling untuk beradaptasi. Warna dindingnya dominan hijau muda
dengan sprei yang terlipat rapi di atas kasurnya. Rak buku tersusun rapi
di samping meja riasnya. Lemari pakaiannya adalah benda yang paling
besar dikamarnya dan dilengkapi dengan cermin yang besar pula. Disalah
satu bagian dinding kamarnya, terdapat poto-poto Noni dan ada pula
potonya bersama seorang cowok (Pacarnya kali).
“Ngeliatin apaan seh? Katanya disuruh cepetan..,” sungutnya.
“Ok. Ya sudah. Noni tengkurap diatas ranjang aja deh. Eh ada minyak telon Nggak?”
“Ok. Ya sudah. Noni tengkurap diatas ranjang aja deh. Eh ada minyak telon Nggak?”
Noni segera mengambil minyak telon dari meja riasnya dan
memberikannya kepadaku. Lalu ia segera menaiki ranjangnya dan tengkurap.
Sayapun segera menaiki ranjang tersebut dan duduk disebelahnya. Sambil
membasahi tanganku dengan minyak telon, saya pandangi tubuh Noni dari
ujung kaki sampai ke ujung rambutnya. Badannya terlihat padat dan
terawat.
Apalagi pantatnya yang bulat (bener-bener bulet, bro..!) dengan garis
CD yang tercetak jelas di balik roknya. BH hitamnya tampak menerawang
dibalik kaos tipisnya. Sementara itu tengkuknya yang tak tertutup oleh
rambutnya tampak sangat putih dihiasi rambut-rambut halus. Noni sendiri
tak sadar kalau tubuhnya sedang kuperhatikan karena lagi asik nonton
infoteinment.
Segera kutuangkan sedikit minyak telon ke atas betis kanannya sambil
mulai kuusap halus. Lama-lama makin keras dan tampak Noni mengejang
menahan urutan tanganku. Kadang-kadang ia menengok ke belakang dengan
dahi yang mengkerut sambil menggigit bibir menahan nyeri. Dan ekspresi
itu cukup membuatku ‘up’. Dengan berlagak sebagai seorang yang
mengetahui teknik pijat dan urut, saya terus mengurut kakinya. What
tahune hekk! Toh Noni sendiri belum pernah diurut berarti dia juga Nggak
tahu mana urut yang benar dan mana urut yang ‘benar'(benar-benar asal
maksudnya)!
Karena terus ‘meronta-ronta’, tanpa sadar rok di pahanya makin
tersingkap. Paha mulusnya yang tadinya sekedar mengintip, kini mulai
berani ‘menampakkan dirinya’. Juga kaos bagian bawahnya yang makin lama
makin menyingkap memperlihatkan pinggulnya yang putih. Tentu saja saya
selalu pengen meminta lebih (sebagai cowok normal).
“Non, kayanya otot-otot di kaki kamu masih pada tegang. Saya urut semua ya?” tanyaku lirih.
Noni tidak meng-iya-kan. Hanya gumamannya menandakan ia setuju.
Nampaknya ia masih asik memperhatikan TV. Dengan perlahan tanganku
menjelajah ke paha belakangnya. Mengurut perlahan lalu turun lagi.
Begitulah berkali-kali sampai tampak jalur-jalur merah disitu.
Kadang-kadang jariku menyentuh CD nya yang berbatasan dengan pantatnya
lalu cepat kutarik lagi. Salah-salah bisa kena gampar!
“Mas, pinggang ama punggung Noni pegel-pegel neh, kayanya mau mens.
Pijitin juga dong. Enak seh…” katanya tiba-tiba dengan tidak mengubah
posisi tengkurapnya.
Wow! As you wish, darling! Seruku dalam
hati melonjak kegirangan. Dalam hitungan detik, tanganku telah berpindah
ke pinggul belakangnya sambil memijit sebisanya. Karena sudah
‘diperintahkan’, saya tidak takut lagi untuk memijit punggungnya dengan
‘merogoh’ ke balik kaosnya yang longgar, namun tanganku mentok diatas
pinggangnya karena terhalang oleh karet roknya yang melingkari pinggangnya dengan ketat.
Menyadari hal itu, Noni segera menunggingkan pantatnya sejenak sambil
membuka kaitan roknya (berupa bahan yang bisa direkatkan kembali, saya
Nggak tahu namanya) lalu kemabali ke posisi semula. Akibat
‘perbuatannya’ itu, maka si rok itu kini lebih tepatnya hanya berfungsi
sebagai sebuah hiasan yang ‘bertengger’ di atas pantat padatnya!
“Eh bentar..,” katanya sambil mengulang posisi barusan lalu
meloloskan kedua tangannya dari kaosnya sehingga kaosnya kini hanya
‘menggakntung’ di lehernya. Setelah itu ia kembali tengkurap.
Wow! Saya suprise banget! Fantasi saya cuman buat ngeliat pahanya
doang! Kini tubuhnya yang half naked ‘teronggok’ di hadapan saya. What
should i do? Thats my friends little sista! Namun karena Nggak mau
menyia-nyiakan waktu, akhirnya saya putuskan untuk mengikuti arus saja.
Let it flow, man! Jantung saya berdebar makin kencang ketika kedua
tangan saya menyentuh dan terus menguruti bagian punggung dan pinggang
wanita ini. Darahku terasa makin panas dan kerongkonganku menjadi
kering. Tangan saya terasa bergetar tiap kali menyentuh permukaan
kulitnya. Saya Nggak tahu apakah Noni merasakan hal yang sama. Yang
jelas ia tetap fokus menyaksikan TV.
“Bawah lagi, Mas..,” serunya lirih ketika tanganku mentok di batas atas CD krem-nya.
Kepalang basah, saya turunkan sedikit karet cdnya. Lalu meneruskan
mengurut. Lama kelamaan malah saya mulai berani merogoh ke dalam hingga
menyentuh belahan pantatnya. Noni terlihat sedikit ‘gelisah’.
Kadang-kadang mukanya dibenamkan ke bantal yang dipeluknya. Setelah
menambah minyak telon, saya pindah posisi ke tengah antara kaki kanan
dan kirinya setelah terlebih dahulu menggeser kaki kirinya dengan
lembut. Noni tampak pasrah dan tidak melawan. Kepalanya kini tertunduk
sambil terus menggigit bibir bawahnya.
Lalu mulai kuurut lagi dari ujung belahan pantatnya menuju ke
punggungnya. Sampai di punggung dengan cekatan kulepas kaitan bra nya
agar tanganku lebih leluasa ‘bergerilya’. Noni seperti hendak protes,
tapi mengurungkan niatnya ketika tanganku mulai mengurut lagi turun ke
belahan pantatnya. Melihat gelagat demikian, saya lalu menarik CD-nya
hingga ke paha. Noni sendiri mengangkat sedikit pantatnya untuk
memudahkanku. Kini tampak pantat telanjangnya dengan lubang anus yang
berwarna pucat. Dan vaginanya ‘mengintip’ di selangkangnnya dengan
indahnya.
Saya jelas sudah tidak konsen lagi melihatnya. Kedua tanganku terus
meremasi bongkahan pantatnya. Lalu tanganku mulai merenggangkan kedua
belahan pantatnya ke arah yang berlawanan sehingga lubang anusnya
semakin tampak. Segera saja ku’daratkan’ lidahku disana lalu
kukorek-korek dengan perlahan. Noni terdengar mengerang pelan. Pantatnya
secara reflek diangkat sehingga makin memudahkan lidahku menunaikan
tugasnya. Sasaranku berikutnya turun ke bawah ke arah belahan vaginanya.
Terasa sudah becek dan mengeluarkan aroma yang khas. Kukorek-korek
untuk mencari klitorisnya lalu ku sedot. Noni menggelinjang hebat.
Segera kutangkap pantatnya lalu dengan tangan kiri kukorek-korek
anusnya. Kini erangan Noni jelas terdengar. Pantatnya terlempar ke atas
dan ke bawah. Ke kiri dan ke kanan. Tangan kananku segera membuka zipper
celanaku dan membuka rislettingnya. Dengan terburu-buru segera saya
loloskan penisku yang sudah setengah ‘ngaceng’.
Sambil terus mengorek anusnya, Saya merangkak ke atas, menempelkan
penisku di permukaan vaginanya lalu menggesekannya sambil meremas toket
kanannya yang menggelayut. Dengan posisi demikian, kuciumi tengkuknya
(Banyak cewek mempunyai kelemahan di tengkuk) dengan ganas dan rakus.
Noni kembali menggelinjang dan menegang. Agaknya ia mengalami orgasme
dini.
Karena nggak mau ketinggalan momen, segera kuarahkan penisku ke liang
vaginanya. Terasa basah dan makin berlendir. Ternyata memang Noni baru
saja mengalami orgasme. Perlahan kutekankan penisku memasuki liang
vaginanya. Noni melenguh pendek. Sedetik kemudian malah ia yang
mendorong pantatnya ke belakang. Penisku telah tertelan vaginanya dengan
penuh. Kudiamkan sejenak sambil menikmati sisa-sisa orgasme Noni.
Lalu kugenjot perlahan sambil terus meremasi kedua toketnya. Terasa
nikmat ke seluruh syaraf tubuhku. Tiap genjotan seolah mengalirkan
aliran listrik ke setiap nadiku. Nonipun asik dengan aktivitasnya
sendiri. Kedua tangannya menahan berat tubuhnya sambil terus menggigit
bibir bawahnya. Sebenarnya posisi doggy style ini merupakan posisi
kelemahanku. Terbukti sekitar 5 menit kemudian aku merasakan aliran
hangat yang siap meledak. Tiba-tiba HP Noni berbunyi. Tulisan ‘My bro’
terbaca di layar lcdnya. Kami berdua saling berpandangan. Lalu tanpa
mengubah posisi kami, dengan tenang Noni meraih hpnya sambil meletakkan
jari telunjuknya di depan bibirnya.
“Non! Si Tomi masih disitu Nggak?” terdengar suara dari ujung sana.
“Euu.. I.. Iya. Mas dimana?” jawab Noni gugup.
“Lagi ngapain si Tomi? Kok Mas telpon nggak diangkat terus?” selidik Herry.
“Euu.. I.. Iya. Mas dimana?” jawab Noni gugup.
“Lagi ngapain si Tomi? Kok Mas telpon nggak diangkat terus?” selidik Herry.
Karena merasa tanggung, saya nggak kuat untuk terus diam. Segera saja
saya teruskan menggenjot Noni dari belakang. Noni melirik sewot ke
belakang. Namun ia tidak punya pilihan lain selain ikut bergoyang dan
berusaha untuk tidak mengeluarkan suara yang ‘mencurigakan’. Melihat
itu, saya cuman tersenyum sambil tertawa dalam hati. Hehehe lucu juga.
“Kaya.. Nya seh lagi ti.. dur gitu. Mas dimana?”
“Coba Noni lihatin di kamar Mas. Bilangin 15 menitan lagi Mas nyampe. Jangan dulu pulang!”
“Ok, ntar Non.. ni bilangin,” kata Noni sambil berusaha menahan erangan nikmatnya.
“Coba Noni lihatin di kamar Mas. Bilangin 15 menitan lagi Mas nyampe. Jangan dulu pulang!”
“Ok, ntar Non.. ni bilangin,” kata Noni sambil berusaha menahan erangan nikmatnya.
Saya makin menggila menyodok dari belakang.
“Kamu napa seh? Kaya yang kecapean gitu!” curiga Herry.
“Nggak, mas. Noni kaget aja bangun tidur gara-gara Mas telpon,” alasannya.
“Tidur ajah! Ya sudah ya! Bye!”.
“Nggak, mas. Noni kaget aja bangun tidur gara-gara Mas telpon,” alasannya.
“Tidur ajah! Ya sudah ya! Bye!”.
Baru HP ditutup, Noni langsung menjerit nikmat dengan lantang sambil
mendelik ke arahku. Saya sempat kaget tapi tidak menghentikan kegiatanku
malah makin mempercepat gerakanku. Orgasmeku yang sudah diambang pintu,
hilang entah kemana. Tampaknya hatiku terlalu ‘exiting’ dengan adanya
telpon dari Herry tadi sehingga ML kali ini sedikit menengangkan.
Namun
justru menambah kenikmatan dan variasi suasana.Namun lain dengan Noni. Setelah melenguh lagi sambil mencengkram
ujung sprei, kembali orgasme melandanya. Cairan hangat terasa menyirami
penisku. Kuhentikan genjotanku sesaat untuk membiarkannya menikmati
raihan orgasmenya sambil merasakan kedutan halus di sepanjang permukaan
kulit penisku. Setelah mereda, tak sengaja kulirik jam dinding. Ops..10
menit lagi Herry tiba! Kembali kugenjot vagina Noni untuk segera meraih
orgasme itu.
Keringat sudah mulai membasahi tubuh kami. Sensasi ketegangan yang
kurasakan justru memperlambat orgasmeku. Namun saya yakin bahwa orgasme
yang kelak kurasakanpun akan jauh lebih nikmat dari yang biasanya.
Kurapatkan lagi tubuhku dengan tubuhnya serapat mungkin. Kuremas-remas
kedua payudaranya yang menggakntung indah. Perlahan tangan kananku turun
menyusuri perut dan berakhir di ujung ‘memek’nya. Kugosok-gosok jariku
sambil mempercepat ritme sodokanku. Terasa ada arus hangat yang
menjalari sekujur tubuhku.
Semuanya mengalir cepat dan menyatu di
pangkal penisku. Lalu tanpa dapat kutahan lagi semuanya berkumpul lalu
melaju deras seakan ingin mendobrak ujung penisku dengan derasnya.
Kubenamkan penisku sedalam-dalamnya di liang vagina Noni. Kutumpahkan
spermaku sebanyak-banyaknya disana. Mataku terpejam. Sambil menggeram
kucakarkan tanganku di perut dan payudara Noni. Noni merintih kecil
sambil kedua tangannya menekan pantatku sedalam-dalamnya agar dapat
menusuk lebih dalam lagi. Kurasakan seperti ada beban yang terlepas dari
otakku. Mungkin inilah candu yang selama ini di’addict’ para pemuja sex
(baik sah maupun tidak). Tubuh Noni tanpa bisa kutahan ambruk ke kasur.
“Aduh!” serunya. Rupanya ia lupa kalau kaki kanannya masih belum pulih! Hehehehe..Segera kurapikan bajuku dan kutarik celana panjangku yang tadi
merosot sebatas lutut. Saat ini seharusnya Herry sudah tiba. Tanpa buang
waktu lagi kukecup lembut kening Noni lalu berlari ke kamar Herry
dengan tidak lupa menutup pintu kamar Noni. Sampai di kamar lalu ku cek
HP-ku. 9 missed calls tertera di lcd-nya. Tiba-tiba terdengar suara
kunci yang diputar dipintu bawah disusul suara pintu terbuka dan langkah
kaki. Langkah tadi berlari menaiki tangga lalu berhenti di depan pintu
kamar Herry.
‘Brak!’pintu kamar terbuka..“Aduh sori banget, Tom. Eh.. Lagi tidur ya?” muka Herry nongol dengan ekspresi bersalah.
“Mm tadi gue nungguin lo sambil nonton film gitu. Eh ketiduran..,”
kataku sambil berlagak kucek-kucek mata lalu mematikan media player.
“Sori ya, Tom. Tadi cewek gue mendadak minta anter gitu ke tempat temennya. Mana nggak ada sinyal lagi! Nggak marah kan?”
“Ahh.. Calm. Enjoy aja lagi!” kataku sambil tersenyum kecil.
Peristiwa tadi merupakan rahasiaku dengan Noni. Kami tidak (belum?)
pernah melakukannya lagi karena menghormati pasangan masing-masing.
Mungkin saat itu ia hanya merasa horni akibat peningkatan hormon
menjelang masa menstruasi (dan saya ada di waktu dan tempat yang tepat?
Hehehe). Kami selalu berusaha berlaku wajar bila bertemu. Yang masih
menjadi pertanyaan dalam hatiku adalah kok bisa yah saya ML tanpa
melakukan ciuman ‘lips to lips’?
sumber : lusciousprescilla ( by editor rastaporn )Wajib Baca :
- 10 negara berbudaya free sex
- Fakta Terselubung tentang Seks di 15 Negara
- Ciri-Ciri Pria ‘Hebat’ di Ranjang
- 4 Jenis Penis
- CERITA SEKS DOKTER NAKAL