Aku punya teman (ah… ah.. ah…). No, ini bukan lagunya duet ratu. Aku
punya teman baik, kawan karibku di kantor. Sekarang dia sudah pindah ke
kantor lain yang menawarkan offering lebih bagus. Tapi kami masih
berhubungan baik karena kami berdua punya side job sebagai fotografer
pre-wedding. Dari sinilah aku jadi akrab dengan keluarganya, meskipun
sebaliknya tidak. Aku yang tinggal sendiri merantau di Jakarta tidak
banyak yang bisa dishare
ke temanku ini, malah justru mereka yang
kuanggap sebagai keluargaku. Dengan keakraban kami, aku juga kenal baik
dengan istrinya. Mereka menikah 3 tahun yang lalu. Namun hingga kini
belum dikaruniai dengan buah hati oleh Tuhan.
Mereka seringkali ribut dan kawanku ini suka curcol soal hal ini.
Hingga suatu ketika, sehabis sesi foto prewedding di daerah Pantai Indah
Kapuk, kawanku berkata “Bro, gw udah kenal lo berapa lama sih?” “Ya
dari gw masuk PT XYZ, lo kan udah lama disana yang punya kantor. mmmm…
berapa lama ya? 5 tahun kali?” “Iya, selama ini gw udah nyaman banget
bareng sama lo, kerja sama lo, gila2an juga sama lo” Heummmm… apaan nih,
jangan2 ntar dia bilang, dia gay trus suka sama gw x____X. “Wah kenapa
nih bro, tumben2an lo aneh begini?”*
“Gini bro, gw ada satu permintaan sama lo. Lo tau kan gw sama istri
gw udah 3 tahun married tapi belom punya anak. Gw berdua udah cek ke
dokter dan kondisi gw sama istri gw sebenernya sehat kok”
“Yaaaudahalaaah” kupikir dia mau bilang apaan. “Mungkin emang belom
dikasi sama Tuhan, kali lo disuruh senang-senang dulu bro, lo berdua kan
kerja, jabatan oke, gaji juga oke, lo berdua bahkan sering jalan-jalan
keluar negeri” Memang betul bahwa karibku dan istrinya ini dari segi
karir sukses luar biasa. Sejak pindah ke kantornya yang baru, dia
langsung melejit bisa menduduki posisi Senior Manager yang sangat
diandalkan oleh Dewan Direksi. Istrinya pun begitu, selalu dengan
gampangnya memuluskan deal-deal perusahaan, maklum istrinya bekerja di
bidang distribusi komponen pembangkit listrik. Kebayang dong margin
mereka gimana?
“Yaaah bukan gitu bro, gw ngerasa hidup gw hampa aja gak ada anak,
istri gw juga ngerasa begitu.” “Yah, terus gimana bro, mungkin lo coba
usaha lagi aja selama 1 tahun maybe” “gak bisa bro, istri gw udah
nyerah”. “Oookkkeeeey, trus permintaan apaan yang lo maksud?” “Gini….”
dia berhenti sejenak tidak melanjutkan kalimatnya. “Gini….” “eaaaahhhh….
lama daaah” “Iye iyeee, gini, gw minta bantuan lo untuk bikin istri gw
hamil.” And I said WHATTT???? “Serius bro, lo jangan becanda deh, aneh2
aja.” aku terhenyak mendengar permintaan dia. Gila aja, ini kan sama aja
aku menghianati karibku sendiri, seseorang yang sudah kuanggap kakak.
“Seriusan ini…. gw udah diskusi panjang lebar sama istri gw soal ini.”
“Gak bisa lah bro, gila aja lo, gw bukannya gimana2, cuma men, lo
sama gw kan udah temenan lama, gw udah anggap lo kayak abang gw sendiri,
mmmm…. gak ada alternatif lain apa? misalkan bayi tabung?” “gak lah,
bayi tabung kemahalan, gw udah konsul sama beberap dokter di Indonesia
sama di Singapore, biayanya gede banget, bisa dapet Honda Jazz gw, belum
lagi rasio keberhasilannya cuma 65%. Gw gak bisa ambil chance cuma
segitu” Kawanku ini seorang akuntan yang handal, semuanya diperhitungkan
dari sudut pandang matematis. Pernah kami backpackeran ke Indonesia
Tengah (Bali, Lombok, Flores, Timor) yang ada kalo backpackeran kan
ngegembel, seadanya duit. Ini dia nggak, semua tercatat rapi, tips
tukang parkir, biaya kereta, biaya ferry dll.
“Yaaa, apakek, mmm…. adopsi gimana?” “nggak lah, kita gak tau orang
tua si anak ini kayak gimana” “Yang nentuin sikap anak itu bukan siapa
ortunya, tapi lingkungan dia? gw yakin kal… ” kawanku sudah memotong
tidak mau mendengar “Gini bro, gw bukannya sembarangan minta tolong sama
lo, gw udah tau background lo, gw diam-diam research tentang lo,
keluarga lo, riwayat medis lo *jangan tanya gimana caranya*, ditambah
lagi, gw udah kenal sama lo udah lama banget, lo orangnya gak
macem-macem yaaah bandel2 dikit okelah cuma kan gak parah2 amat, lo
kenal baik sama istri gw, lo kenal sama bokap nyokap gw, adek-adek gw.
Ya kalo lo mau masuk Kartu Keluarganya bokap gw, pasti dengan senang
hati mereka nerima. Intinya, gw udah bicarain masalah ini panjang lebar,
pro-kontra, konsekuensi dan segalanya sama istri gw dan kita berdua
setuju”*
“Oke, kalo boleh tau emang yang milih gw siapa, lo apa istri lo?”
“kita berdua spontan kalo nggak ada kandidat yang lebih tepat selain lo”
Wah terharu aku mendengarnya. “Gw gak bisa mikir sekarang nih bro, lo
boleh kasi gw waktu buat mutusin ini gak? ini rada aneh dah
permintaannya.”
Diam-diam setan, aku memang mengagumi istri kawanku ini. Bisa
dibayangkan lah wanita muda, mmmm gak terlalu muda sih karena umurnya
sekarang sudah 32 tahun, umurnya beda 5 tahun dengan umurku,
berpenampilan layaknya eksekutif muda, setiap kali bertemu kalau dia
menjemput kawanku ini, dia selalu menggunakan blazer kantoran yang
justru menonjolkan sex appealnya. Kulitnya tidak terlalu putih, namun
bersih, rambutnya dipotong sebahu, badannya juga gak terlalu langsing.
Tingginya semampai, ideal jika diperhatikan mungkin tingginya sedaguku.
Tapi the main attractionnya adalah her boobs. Her big melon boobs alias TOGE (toket gede). Aku
perkirakan mungkin ukurannya sudah 34D. Mungkin juga besarnya ini
ditunjang oleh body mass dia yang memang tidaklah kurus. Bahkan dalam
balutan blazer kerja resmi pun yang sangat tertutup, siluet bongkahan
gunung kembarnya seperti menyihir untuk memandangi.
Makanya setiap kali aku ngobrol dengan istri kawanku ini, aku selalu
fokus dengan ngobrol sambil melihat ke pangkal hidungnya. Aku terlalu
takut untuk eye contact, tapi juga tidak mau mataku jelalatan ngeliatin
toket gedenya. by the way, namaku Rendi, karibku ini bernama Wein
sedangkan istrinya bernama Rini.
Sudah hampir dua minggu aku memikirkan hal ini tidak kunjung tuntas.
Aku tau gimana nikmatnya menggenjot tubuh Rini dengan sepenuh nafsu,
apalagi udah dapet izin dari suaminya. Namun aku masih merasa ada yang
mengganjal. Aku tetap merasa tidak enak dengan Wein. Wein ini baik
sekali denganku, benar-benar seperti abang sendiri. Sudah tidak
terhitung berapa kali dia meminjamkanku uang untuk utang2ku, meminjamkan
mobilnya, meminjamkan peralatan kameranya. Bahkan bisa dibilang, side
job fotografer pre-wedding ini modalnya 90% dari dia sedangkan aku modal
dengkul saja.
*TINUNINUNG* BBku berbunyi tanda pesan baru diterima. Dari Wein.
“Bro, gimana nih, udah ada keputusan belom?”. Aku belum membalas, tapi
pasti di ujung sana, dia sudah tau kalau aku sudah membaca pesannya.
*TINUNINUNG* pesan baru masuk lagi. “Bro, please lah, help me, I have
never ask you for any help. Gw bukannya mau ngungkit2 apa yang udah gw
pernah bantu ke lo. Tapi please…” Mungkin kalau orang lain yang membaca
pesan itu akan terbaca bahwa Wein ini pamrih dalam memberi bantuannya.
Namun tidak bagiku, aku tau persis aku sudah berhutang banyak dari
kebaikan yang diberikan Wein. “Oke bro, gw setuju. I hope this is not
one of your sick jokes.” “GREAT!!!! gw kabarin istri gw.”
Hari itu hari Rabu, kami janjian untuk ketemuan di Plasa Senayan
(PS). Aku selalu suka PS, karena gak terlalu crowded, jadinya untuk
nongkrong pun enak. Kami janjian di food court. Aku sudah menunggu agak
lama hampir 20 menitan, cemilan french friesku pun udah hampir habis,
tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang “Hi Ren..!” salam Rini
kepadaku dia tiba dengan Wein dari arah belakang. Aku kali ini
benar-benar canggung bertemu dengan mereka, tidak seperti biasanya
“Eeehh hai.. Mbak” “Mbak? Mbaak? sejak kapan kamu manggil aku Mbak?”
protes Rini kepadaku “Grogi dia” celetuk Wein. Dan memang benar, aku
lagi super grogi, tanganku seketika berkeringat basah dan aku salting.
“Ren, udalah nyantai aja.” “eeeh iya Rin” “Rin? duh kamu rileks deh,
sekali2nya kamu manggil aku Rini” Betul, aku selalu memanggil Rini
dengan panggilan teteh. Karena dia dan Wein lebih tua daripadaku, lebih
tua 5 tahun. x____X
“So…” ujarku “Iya, so….” Rini mengulang kata-kataku dengan penuh
semangat dan senyum. Aku sampai takut jangan sampai Wein cemburu, tapi
nampaknya Wein oke oke saja. Wein menimpali “Makasih banget bro lo mau
bantuin gw, ya yang kayak gw cerita, kita perlu bantuan lo untuk….
untuk…. ya you know” “Iya, gw ngert, trus gimana prosesnya nih. Apa gw
dateng tiap hari apa, rutin. lalu ML. atau lo ada di situ ngeliatin gw
sama teteh ntar jangan2″ “wueeeh…. ogah meen yang bener aja deh lo
jangan gila” kami bertiga terbahak2. No no… gini, gw gak mau tau,
arrangementnya antara lo sama Rini aja, kalian janjian dimana,
ngelakuinnya dimana, don’t tell me. I don’t wanna know. Ntar kebayang2.
Hey men, lo sobat gw cuma kalo ngebayanginnya masih gimana…” canggung
deh kita bertiga. Ini dia yang sebenarnya aku takutkan. Aku takut
melukai perasaan Wein. Namun mengingat ini permintaan Wein dan Rini
sendiri ya mungkin bisa dikesampingkan saja.
Rini kemudian menimpali. “I’ll contact you ya. btw ini ada
hubungannya sama masa subur gw, jadi harus dilakuin di waktu yang pas.”
aku mengangguk tanda setuju. Malam itu kami lanjut nonton dan pulang ke
tempat masing2.
*TINUNINUNG* BBMku kemasukan message, dari Rini, “Ren,
kamu besok free gak.” “Aku sih free teh, Wein emang kemana?” “Dia lagi
keluar kota. “Oke teh, jadi aku ke apartemen aja nih” “Iya you can come”...hadeeh..antara hasyekk ma ndak..so enjoy ajah..
Lusanya aku tiba di apartemen, sengaja aku bilang Rini kalau aku akan
datang lebih cepat mungkin sebelum gelap agar tidak terlalu larut
pulangnya. Aku merasakan deg-degan luar biasa. Jujur saja meskipun aku
belum menikah, aku sudah merasakan hubungan seks dengan mantan-mantanku
dulu. Namun belum pernah kurasakan hal seperti ini, deg-degan luar biasa
gak berhenti juga sejak turun mobil dari parkiran, naik ke lift sampai
ke pintu apartemennya teteh. Setelah ku pencet bel 3x masih belum ada
jawaban, lalu aku mengeluarkan BBku untuk BBMin teteh, namun disaat
bersamaan teteh membuka pintu. “Haiiiyy Reeenn, I’ve been waiting for
you, come in” Eeeeuuuuhhhh…. senyum teteh bikin hati melted. Aku harus
berusaha untuk tidak main hati untuk urusan beginian. “Iya teh, sorry
telat, tadi cari bensin dulu” “Yuk masuk”.
Rini menyuruh duduk diruangan tengah, di ruang tivi. Didepan tivi
terhampar spreadsheet, mirip timing untuk pipeline project, tapi ini
beda, ada tanggal yang berulang. Ah! Aku baru sadar, ini adalah siklus
haid dan masa suburnya Rini. “Udah research ya Teh, ini kok sampe
berantakan gini” “Itu dia Ren, sebelumnya aku mau jelasin ke kamu dulu
soal ini” ujar Rini yang datang dari arah dapur membawa soft drink dan
diletakkan di meja kecil sebelah sofa tempat aku duduk. Belum sampai
Rini sampai ke sofa, aku turun ke bawah mengobrak-abrik spreadsheet yang
dibuat Rini, sok sok ngerti lah. Rini pun duduk di sofa setelah
meletakkan kaleng soft drink di meja.
Sore itu Rini sangat seksi, dengan rambut diikat ke belakang dengan
hanya menggunakan karet, memperlihatkan lehernya yang jenjang dan
tengkuknya yang seperti mengundang untuk aku jilati, Rini memakai
you-can-see warna putih yang tidak terlalu tipis, namun aku bisa melihat
tali BHnya yang berwarna hitam menyembul melingkari pundak. Rendaan bra
pun tercetak di you-can-see Rini dari depan melingkar ke belakang.
Belum apa-apa aku sudah mikir macam2. Untuk bawahannya dia menggunakan
Hotpants yang cukup pendek, celana dalamnya pun terceplak di bokongnya
yang semok. Brrrr……. Rini ini benar2 didesain Tuhan untuk menaikkan
birahi pria sepertinya. Aku tidak bisa bayangkan gimana Wein tiap hari,
tiap malam disuguhi malaikat sempurna seperti ini.
KLOP, jari Rini disentakkan di depan wajahku “Bengongin apaan
hayoooo, belom apa2an udah ngayal2″ Anjir, ketauan aku memandangin dia.
“Ngggg… nggak kok teh, kagum aja dan iri sam Wein bisa punya istri
se-perfect Teteh” ujarku menggombal. “Bisa aja deh kamu. Jadi gini,
planning aku, kita cuma ML pada waktu aku sedang subur. yang berarti 14
hari sebelum aku mens. Aku ini mensnya kan selalu tanggal 25an. Jadi ya
sebelum2 itu kita ML” Kulihat jamku, melihat bagian tanggalan, masih
tanggal 29. “oooo…. kirain mulai sekarang, kan masih tanggal 29 nih teh”
“Ya well, aku mau test drive dulu” Apa2an nih maksudnya Rini.
“Maksudnya gimana Teh?” “Hhh…. kamu ini lucu ya, super lugu. Kamu tau
aku sengaja berdandan gini buat kamu?” AKu semakin bingung. Rini turun
ke bawah duduk diatas karpet di sebelahku. Dia memeluk lengan kiriku dan
menyandarkan kepalanya di bahuku.Dan rasa hornypun mulai merayap di benak ini.
“Kamu tau gak sebenernya kenapa kita gak bisa punya anak?” “Iya, Wein
juga cerita kok, katanya kalian berdua sehat tapi bingung juga kenapa
gak bisa” “Itu sepotong aja ceritanya, kamu tentu ingat kecelakaan yang
Wein alami 2 tahun lalu” Aku kemudian flashback, semuanya menjadi jelas
sekarang. 2 tahun yang lalu, Wein terlibat kecelakaan parah di
Cipularang. Bukan… bukan tempat kecelakaannya Saipul Jamil ntar dikira
jadi cerita hantu. Saat melaju kencang disebuah turunan, mobil Wein
diserempet oleh mobil yang menyalipnya dari sebelah kiri, mobil Wein
oleng dan menabrak pembatas jalan sampai mobilnya terbalik berkali2
sebelum akhirnya berhenti terbalik setelah menabrak kaki sebuah jembatan
penyebrangan di atas tol. Kondisi Wein luka parah, beberapa tulangnya
remuk khususnya pinggul kiri ke bawah. Tubuh bagian atas Wein sama
sekali tidak rusak, namun pinggul hingga kaki kirinya harus di operasi
beberapa kali hingga perlu diterbangkan ke rumah sakit di Singapura.
“Iya aku tau teh, apa gara-gara itu Wein…” Rini mengangguk, aku terlalu
takut untuk melanjutkan pertanyaanku, takut membuat sedih Rini. “Sejak
itu Wein kehilangan fungsi seksualnya. Dia tidak bisa “bangun” lagi. Dan
ejakulasi yang dia dapat hanyalah saat dia mimpi basah. Karena
kecelakaan yang dia alami, dia tidak bisa menghasilkan sperma yang
bagus. Dia tentu saja gak akan jujur ke kamu kalo aku tidak bisa hamil
karena dia. Selama ini aku berhubungan dengan Wein hanya sebatas petting
saja, atau dia memasturbasikanku dengan dildo2 yang dia beli. Aku cinta
Wein, namun aku ada kebutuhan yang harus dipenuhi. Dan selain itu,
wanita mana sih yang gak ingin punya anak.” Aku terhenyak mendengarnya.
“Iya Teh, aku ngerti kok” Setelah beberapa lama, wajah *Rini menjadi
ceria kembali, saking cerianya menjadi lusty lagi. “So, Ren. Kamu mau
kan muasin aku. Cuma kamu yang aku dan Wein percaya. Aku tau Wein pasti
sakit hati dengan hal ini tapi ini justru usulan dari dia”....“Iya Teh” kataku.
Kami berpandangan beberapa lama, kemudian aku beranikan diri
mendekatkan bibirku ke bibir Rini. Rini menyambutku dengan penuh nafsu,
tangannya langsung memelukku dan badanku langsung ditindih saat posisiku
masih terduduk di atas karpet. Dengan canggung aku hanya menempatkan
kedua tanganku di pinggang Rini. Ciuman kami penuh nafsu, seperti dua
pasang kekasih yang sudah lama tidak bertemu. Kami saling berpacu
berciuman, saling berebutan bibir atas, bibir bawah, main lidah dst dst.
Perlahan tanganku dibimbing untuk meremas buah dadanya. Buah dadanya
yang sangat besar. Tangan kananku melakukannya dengan sangat baik. Good
Job! tangan kiriku melingkar meremas pantatnya yang sangat seksi.
Sesekali kami bergulingan diatas karpet.
Setelah kami berdua ciuman dengan hotnya sampai bibir kami berdua
nyut-nyutan, Rini melepaskan ciumannya. “Kamu tau, aku selalu kagum sama
kamu Ren, sejak pertama kali ketemu. Tapi ya apa mau dikata, aku ini
istri orang, tapi look here we are now.” Aku hanya bisa tersenyum, kalo
lagi sange gini biasanya otakku berhenti bekerja, jadi mendingan diam
saja daripada ngomong hal bodoh. Lalu Rini, beranjak berdiri dan berkata
“You ready to fuck me?” “Mmmmmm…. aku gak janji Teh, aku takut gak
mampu. Lagian kan aku udah anggep Teteh kayak kakak sendiri.”..edan ni cewek pikirku..hiper ato apa gitu. Rini turun
kembali dan meremas celana jeansku di bagian kontolku. “Katanya si
Junior nggak tuh” sambil tersenyum nakal. Rini berdiri kembali dan
berjalan ke arah kamar tamu. “Jangan lama-lama ya nyusulnya” sambil
membuka pintu kamar tamu dan menghilang ke dalam.
Aku setengah sadar langsung berdiri menuju tas ranselku yang tadi
kuletakkan dekat rak TV, segera bongkar celanaku, celana jins dan celana
dalamku dan berganti dengan celana boxer longgar andalanku. Ku berjalan
menuju kamar tamu dan mengetuk sebelum masuk. Entah apa yang
kupikirkan, aku masih berpikir harus bertingkah sopan kepada Rini.
Begitu aku masuk, aku menemukan Rini sudah merebah di atas kasur, kasur
yang biasanya kutiduri kalau aku menginap disini. Rini sudah
menanggalkan you-can-see dan hotpantsnya. Yang tertinggal ditubuhnya
hanyalah BH yang sepertinya kekecilan karena terlihat seperti tidak bisa
menampung toket Rini yang besar, dan G-string. Rini bertumpu dengan
sikunya di punggung. “Buka dong kaosnya…” setelah kubuka kaosku, aku
menghampiri Rini dengan merebah di sampingnya kirinya. Rini mengubah
posisinya menjadi menghadapku. Jarinya yang lentik mulai bermain-main
mulai dari dadaku, turun ke bawah, masuk ke celana, pas hampir sampai di
kontolku yang sudah super tegak seperti mau meledak, Rini tarik lagi
jarinya keatas.
Rini kemudian menciumi badanku, menjilati putingku, aku mulai
merasakan nafasku menjadi tidak beraturan. Sudah horny super bos. Sambil
menciumi puting kiriku, Rini kemudian menaiki badanku, menunggangiku
layaknya joki diatas kuda, memeknya yang masih tertutup G-string *di
gesek-gesekan ke kontol tegangku yang juga masih tertutup celana. Aku
meremas kedua bongkah pantat Rini dan sesekali membimbing gerakan
pinggulnya. Rini tampaknya menikmati yang kulakukan. Cukup lama Rini
menciumi putingku, bergantian kiri dan kanan, ciumannya mulai naik ke
leher dan kami pun berciuman kembali. Ciuman kami sama panasnya seperti
ciuman di sofa tadi. Sesekali Rini melepaskan nafasnya seakan itu yang
dia tahan selama ini. Tangannya menjambaki rambutku, pinggulnya masih
bergoyang. Pettingan ini kami lakukan cukup lama. Kalau Rini memang Test
Drive, aku mungkin memang harus memuaskan dirinya sampai pol. Rini
semakin blingsatan menciumiku, gerakan pinggulnya semakin menjadi,
mengalahkan bimbingan tanganku.
Aku pun merubah posisi, kami berguling dan kini Rini berada dibawah
ku, ku gesek-gesekkan kontolku ke memek Rini. Kakinya yang jenjang
melingkar menjepit pinggulku sebagai reaksi gesekanku. Semakin kuat aku
menggeseknya, semakin kuat pula jepitan. Sampai akhirnya seperti Rini
membantingku ke sisi dan kami bersebelahan dan jepitannya makin kencang
dan bergetar jambakannya juga semakin mejadi.
“AaaaaaaaaaAAAAAAAAAAAaaahhhhhhh…….hhhhhhhhhhh ……..” Rini sedang
orgasme. Orgasme Rini ditutup dengan hembusan nafas panjang Rini dan
dilanjutkan dengan ciuman mesra ke bibirku. Mukaku merah padam, bahagia
rasanya bisa memuaskan Rini. “Gimana Teh, barusan O ya” “Ouuuwhhh
iyaaaah…. udah lama aku gak ngerasain O kayak begitu, bahkan kontol kamu
pun belom masuk.” Rini kembali menciumi bibirku, tangannya yang lembut
sambil mengelus-elus pipiku. AKu merasakan rasa sayang dari belaiannya,
atau memang beginilah perilaku seksual Rini.
“Kamu gak mau nelanjangi aku? Aku masih lengkap gini?” “Jangan dulu
Teh, Teteh lebih seksi kalo ada yang nutupin, mau pelan-pelan aja. Btw
aku boleh sampe jam berapa ini?” “Terserah kamu aja..mmm… sekuatnya kamu
aja…” Rini kembali menciumiku. sungguh luar biasa Rini terus-terusan
menggodaku dengan body seksinya. Sambil menciumiku, Rini
menggeliat-geliat, menggesek-gesekan tubuhnya ke tubuhku. Kami berdua
bertukar panas tubuh, wajahnya yang nafsuin semakin menambah nafsuku
kepadanya. Geliatan Rini semakin menjadi, pelan dan halus namun tau
bagaimana menaikkan birahiku. Hingga menggeliat turun, sampailah kepala
Rini di depan celanaku. “Buka ya” “terserah Teteh, punya teteh kok” Rini
membuka celanaku sama sekali tidak menggunakan tangan, dengan bibirnya
dia menarik celanaku turun kebawah. Sampai didengkul celanaku
dilanjutkan dipeloroti dengan tangannya. Rini kemudian menunggangiku
lagi. Otomatis posisi tubuhnya berputar. Jadi saja kami dalam posisi 69
yang super seksi.*
Aku sudah telanjang bulat sedangkan onderdil Rini masih lengkap. Rini
menangkap kontol tegakku. Sesekali dia menciuminya dengan lembut. “Ren,
gede amat nih, aku gak yakin muat.” “Yah teh, dicoba aja dulu, diukur
pake mulut” godaku. Rini membalas dengan cubitan pelan di pahaku. Rini
perlahan menciumi sekeliling kontolku hingga basah dengan air liurnya,
kemudian sleebb… masuklah kontolku ke dalam mulut Rini yang di pagari
dengan bibir tipis nan seksi. “Mmmmmmhhhhh…… mmmmmmhhhh……mmmmmm…..” sama
sepertiku Rini sangat menikmati sepongan yang dia lakukan ke kontolku.
Pinggul Rini yang saat ini ada di atas dadaku mulai menggeliat, aku
cengekeram pantat Rini dan kuremas2. “Teh, kubuka ya” aku merujuk kepada
G-string Rini.. “hhheee *emmmm” tanda persetujuan Rini keluar dari
mulut yang masih penuh dengan kontolku. G-String Rini modelnya entah apa
namanya, yang pasti hanya dengan membuka satu simpul tali di belakang G
Stringnya sudah terlepas.*
Wow… lembah surgawi Rini benar-benar indah, putih dan tidak ada
jembut yang tumbuh di sekitarnya, ditambah wangi sekali. Aku tidak
langsung menjilati, jempolku mengelus2 area sekitaran bibir memek Rini
yang masih basah dari orgasmenya yang pertama tadi. Kemudian kuciumi
saja memeknya, lama kelamaan ciumanku berubah menjadi jilatan, tidak ada
sudut memek yang luput dari jilatanku. Goyangan pinggul Rini semakin
menjadi, jilatanku juga tidak bisa kalah, aku pun semakin menjadi
menjilatnya.
Rini pun mengimbanginya dengan menghisap, menjilati,
menciumi kontolku dengan liar. Bijiku pun tak luput diciumi olehnya.
Saat Rini semakin turun ke bawah, aku tau dia mau menjilati lobang
sunholeku. Aku menolak. Kutarik tubuh Rini supaya mulut Rini kembali
sejajar dengan kontolku dan kuarahkan kontolku ke mulutnya kembali
“Jangan Teh, jangan ke situ, aku gak suka” “Okemmm…… mmmm…. Ren, as you
wish….mmmmmhhhhmmmm” Ya men, plis deh, dia cium silitku, aku dan dia
nantinya ciuman, ya apa bedanya aku cium silit sendiri.
Aku lanjutkan menjilati memek Rini yang semakin basah. Rini juga
sudah mulai panas, tanganku dengan lihai bergerak kepunggungnya, membuka
kaitan BHnya dan melepasnya. Aku tidak bisa melihatnya namun aku bisa
merasakan, toket kencang nan kenyal menekan pinggang depanku. Kutengok
ke kananku, ternyata lemari pakaian kamar tamu ada cerminnya. Aku bisa
melihat dengan jelas posisi kami benar benar hot. Sambil meneruskan
jilatanku, aku merogoh toket Rini untuk kuremas-remas dengan kedua
tanganku. Posisinya memang sulit namun sepertinya Rini menyukainya
“Teruuuuussss…..mmmmmmhhhmmm…. teruuuss….” Rini menggumam. Setelah
berapa lama, dan setelah beberapa sedotan tiba2 paha Rini melingkar erat
*memiting kepalaku erat di antara selangkanganku, dan CRrroooooottt………
keluar cairan hangat dari memek Rini. Ternyata dia O yang kedua kalinya,
Rini gemeteran menahan Orgasmenya kali ini sambil meremas pahaku dalam
posisi membungkuk.*
“AAAaaaaahhhhhhhhh…. ya ampuuuuuuunnnhhhh….hhhhh… kamu hebat banget
aku udah dua kali…” Rini langsung berbalik badan dan berkata “Now for
the main course-nya ya. Rini jongkok diatas pinggangku, berupaya untuk
memasukkan kontolku ke dalam memeknya, namun sudah beberapa detik
sepertinya dia kesulitan, aku langsung memeluknya dan berusaha menukar
posisi, membantingnya dengan lembut ke kasur dan membuka kedua kakinya.
“Iya, main coursenya nih, siap-siap yah.” Ku perlahan mulai memasukkan
kontolku ke dalam memeknya. Memek Rini benar-benar sempit, aku tak
mengerti, mungkin karena sudah lama tidak pernah dimasuki kontol, tapi
harusnya dengan dua kali O sudah bisa dengan mudah dicoblos. Apa mungkin
memeknya yang terlalu kecil dan kontolku yang kegedean. Atau memang
keduanya. “Sempit nih Teh” “Lanjutin…. lanjutin… aku gak kenapa2″ dengan
satu sodokkan kuat namun perlahan, akhirnya Kontolku bisa menembus
liang vagina Rini. “AAAAAAaaaakkkkkhhhh….” jeritan keras Rini dan
cakaran di punggungku menyertai tusukanku.*
AKu perlahan mulai genjot, rasanya luar biasa, Rini yang tadinya
meringis kesakitan lama-lama terlihat menikmati, makatanya sudah merem
melek gak karuan. Nafasnya bersuara tak beraturan dan seirama dengan
sodokanku. Dalam posisi ini kami bergumul lama sekali, beberapa kali
Rini memiting pinggangku namun aku tetap sodok saja. Lalu Rini mencoba
mengganti posisi ingin di atas. Rini mendorong tindihanku dan berbalik
memindihku. Semua dilakukan tanpa kontolku terlepas dari memeknya.
Gantian sekarang Rini yang memompa kontolku. Sungguh nikmat melihat
wanita sesempurna Rini sedang menikmati bercinta denganku. Toketnya yang
besar dan kenyal menggandul gandul seiring dengan genjotannya dia.
Sesekali Rini pun melenguh dan menghela nafasnya panjang. Jika Rini
sudah agak capai, Rini memelukku, namun seringnya dia duduk diatasku
memamerkan toketnya yang besar. Tangannya membimbing tanganku agar tetap
meremas buah dadanya dan memainkan putingnya. Sesekali aku pun
menjilati putingnya.
Masih dalam keadaan pinggulnya memompa kontolku. Aku beberapa kali
berusaha merubah posisi menjadi man on top lagi namun Rini menahan. ia
masih ingin menguasai kontolku demi kepuasannya untuk beberapa lama.
Tiba2 genjotan rini semakin kencang. Kedua kaki Rini memiting pinggulku
dan tubuh Rini ambruk ke tubuhku dan Rini menyerangku dengan ciuman
ganas. Rini O ketiga kalinya. Aku semakin nafsu melihat Rini yang sudah
O, membalikkan posisi menjadi man on top, mumpung Rini sedang tidak ada
tenaga untuk melawanku. “bentar…hhhh… time outtt..hhhh” Ujar Rini
menyerah. “Jangan Teh, tanggung, ayo lagi.” Aku kembali menggenjot,
tidak tanggung-tanggung aku menggenjot dengan rpm cepat dan konstan,
Rini semakin menggila dan berteriak2. Sesekali aku mencumbu bibirnya,
menjilati putingnya, menciumi lehernya, menjilati kupingnya.
Diperlakukan seperti itu genjotan Rini dari bawah semakin menjadi.
Saat dipuncak2nya aku keluarkan kontolku. Kutarik tubuh Rini dan
kubalik badannya sampai Rini nungging di hadapanku. Disuguhi dengan
pemandangan berupa bemper yang sangat seksi, ku langsung masukkan
kontolku ke dalam memeknya dari belakang. Ku raih dua bantal untuk
menopang tubuhnya dan kumulai genjot kembali. Rasanya dengan posisi ini
aku akan cepat keluar. Kugenjot dengan cepaat cepaaat aaaaaahhhhhhhhh
“Teeeeeehhhh…. aku mau keluarrrr….” “Iyyyaaa Reeeennnnn…. keluarin
ajaaaa” genjotanku kulanjutkan, rasa semriwing disekitar kemaluanku
sudah mengumpul namun entah kenapa tidak keluar2 juga. Rini sepertinya
sudah menyerah, dia tidak bisa lagi melawanku, akhirnya dia dalam posisi
tengkurap, membuang bantal dari bawah tubuhnya dan ambruk ke kasur.
Dengan posisiku menindih Rini tanganku melingkar ke depan meraih kedua
toketnya. tak luput kembali kuciumi tengkuk dan leher belakangnya. Rini
yang sudah tak berdaya masih terangsang dengan ciuman2ku.
Hingga akhirnya, ledakan itu muncul
“TTttttteeeeeehhhhhhh…..AAAAaaaaaaahhhhhhh…… ….” Kubuang semua cairan
spermaku. Belum pernah aku selega ini melepaskan spermaku ke dalam liang
vagina seorang wanita. Biasanya aku menggunakan kondom ataupun buang
diluar. Namun sensasi buang di dalam tanpa kondom memang lebih nikmat.
CRrrrrroooooooooooootttt…..crrrrrttttt crrrrrtttttt…. aku bisa merasakan
denyutan memek Rini menyambut datangnya sperma2ku. “Enaak ren” “Enak
banget Teh” “Bukan, bukan, tadi aku bukan nanya ke kamu, aku bilang ke
kamu dientotin kamu itu nikmat banget. Aku beruntung banget setelah
sekian lama puasa langsung dapet yang kayak kamu” Posisi kami masih
dalam posisi bercinta kami sebelumnya, aku masih menindih Rini dari
belakang dengan kontol masih terhujam di dalam namun akhirnya aku ambruk
kesamping. Kuciumi pundak Rini, kubelai dengan lembut punggungnya dan
kubelai rambutnya yang tadinya sudah berantakan. Kami berdua pun
ketiduran.
Aku terbangun melihat jam sudah di pukul 10.30 malam. Aku melihat
kesampingku, Rini tidak ada. Tidak lama kemudian pintu kamar terbuka,
Rini masuk kembali dan langsung menyerangku. Malam itu kami lagi2
bercinta hingga pagi.
Setelah test drive yang pertama ini kami pun rutin melakukan seks
selama lebih dari 1 bulan. Seringnya saat Wein tidak ada di rumah, atau
gantian di apartemenku atau kami ke luar kota. Sampai akhirnya berita
gembira itu hadir, Rini positif hamil. Wein dan Rini dan juga Keluarga
besarnya gembira bukan main. Aku pun senang akhirnya aku menjadi ayah
dan juga bisa membahagiakan Wein. Namun biarlah Wein yang mengurus anak
ini dengan lebih baik. Aku dan Wein pun masih bersahabat hingga kini.
Tapi yang Wein tidak tahu, meskipun sudah lewat 3 tahun Rini berhasil
hamil dan melahirkan anak dariku, namun Aku dan Rini masih sering
bercinta. Mungkin saja Wein tahu dan membiarkan. Entahlah, aku tak tahu
bagaimana mengakhirinya. Bercinta dengan Teh Rini benar2 bikin
ketagihan.
Croot lagi :